Jurnalisme Profetik Dan Misi Suci Firdaus : Independen, Berita Akurat, Berimbang, Tidak Beritikad Buruk

0
195

Oleh: WIDODO ASMOWIYOTO

 

Cilegon, (beritairn.com) – Tak ada rencana sebelumnya, Kamis 24 Juli 2019 lalu saya harus ke Kota Cilegon, Provinsi Banten. Tujuannya untuk menunaikan tugas organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat selama dua hari (25-26 Juli) di kota ujung barat Pulau Jawa itu, yakni menjadi asesor Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang diselenggarakan PWI Provinsi Banten.

 

Perjalanan selama tiga hari tersebut terasa menjadi sangat bersejarah dalam hidup saya, sekurangnya karena dua alasan tambahan. Pertama, sudah sangat lama saya tidak mengunjungi Provinsi Banten, khususnya Kota Cilegon. Kedua, tidak saya duga sebelumnya bahwa selain menghadiri UKW, saya –dan rekan-rekan asesor– juga berkesempatan meninjau Kampus Journalism Boarding School (JBS) milik Firdaus Ansueto di Kota Cilegon, Provinsi Banten. Firdaus yang sebelumnya menjabat Ketua PWI Provinsi Banten, sejak akhir September 2018 lalu promosi menjadi Ketua Bidang Organisasi PWI Pusat hasil Kongres XXIV PWI di Solo, Provinsi Jawa Tengah.

 

Bagi saya, momentum silaturahim dengan Firdaus tersebut terasa menjadi lebih bersejarah lagi. Karena dari penjelasannya tentang “padepokan” penggodokan calon-calon wartawan profetik tersebut, ditambah paparannya pada acara penutupan UKW PWI Provinsi Banten yang terdiri atas dua angkatan (13 dan 14) itu, tergambar secara jelas apa yang menjadi misi suci Firdaus baik dalam kapasitas pribadi sebagai wartawan maupun dalam kapasitas sebagai pengurus PWI Pusat.

 

Dalam pandangan Bapak Firdaus yang juga pemilik beberapa beberapa perusahaan media itu, bekal awal dan mendasar untuk menjadi seorang wartawan adalah memiliki idealisme.

 

Bahkan akan lebih baik apabila idealisme itu memiliki kadar yang sangat tinggi. Sejalan dengan itu, Firdaus yang juga disebut-sebut punya peluang kuat sebagai bakal calon walikota, punya keyakinan sebetulnya hanya dengan “tidak memiliki niat buruk” seperti dipesankan Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) maka “cukuplah” atau “selesailah” misi pekerjaan seorang wartawan. (Isi selengkapnya Pasal 1 KEJ adalah, “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk”).

 

Tentu saja Firdaus bermaksud menggarisbawahi pentingnya niat baik dimiliki para wartawan sejak yang bersangkutan memilih profesi wartawan sebagai jalan hidupnya. Dengan sejak awal sudah memiliki niat baik, maka dalam perjalanan selanjutnya insyaallah wartawan akan mau memahami dan mampu menerapkan KEJ produk Dewan Pers yang terdiri atas 11 pasal itu. Bahwa kemudian KEJ yang disusun Dewan Pers –dengan melibatkan para insan pers nasional—pada tahun 2006 itu dewasa ini terasa perlu disempurnakan lagi, maka pesan-pesan moral yang diserukan dalam kode etik tersebut masih relevan. Kalaupun dinilai masih ada kekurangan sehubungan dengan perkembangan zaman, maka Dewan Pers pun telah mengeluarkan Pedoman Pemberitaan Media Siber (PPMS) pada tahun 2012 dan terakhir Dewan Pers juga mengeluarkan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA). Selain itu, Dewan Pers juga telah melahirkan beberapa peraturan tentang wartawan dan perusahaan pers yang secara garis besar ingin menuju profesionalisme yang ideal.

 

Dengan berbekal sikap taat KEJ dan pedoman turunannya serta UU Pers dan peraturan terkait pers, mudah-mudahan para reporter muda yang akan dilahirkan “pondok pesantren jurnalis” Pak Firdaus tersebut akan menjadi wartawan profetik seperti yang diinginkan. Hal itu juga sangat relevan dengan kebutuhan bangsa Indonesia saat ini dan ke depan sehubungan dengan maraknya korupsi dan tindak perkeliruan lainnya. Dalam situasi dan kondisi yang cenderung menuju kerusakan moral itu, sangat diperlukan kehadiran dan kiprah para wartawan profetik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here