Tangerang Selatan, (beritairn.com) –Komunitas Lintas Agama Tangsel mengadakan Seminar Bela Negara di Restoran Sate Nelayan BSD, Serpong, Tangsel pada 22 September 2018. Seminar Bela Negara ini diikuti oleh 200 peserta dari para Rohaniawan dan Tokoh Masyarakat Tangsel perwakilan dari semua agama.
Hadir pada acara pembukaan Kepala Kantor Kemenag Tangsel Abdul Rojak, Wakil Walikota Tangsel Benyamin Davnie, Asda 1 Pemkot Tangsel Rahmat Salam, Kepala Kesbangpol Tangsel Azhar Syamun, Ketua panitia, Edi, Sekum FKUB Tangsel, Fahrudin Zuhri, Para Ketua Ormas Keagamaan, dan peserta seminar.
Bertindak sebagai Narasumber pada acara Seminar ini, yaitu Waka Densus 88 Polri, Brigjen Pol. M Huko dan Ketua FKUB Provinsi Banten, A. M. Romli.
Dalam paparannya, Waka Densus, Brigjen Pol M Huko mengatakan bahwa Radikalisme dan Terorisme adalah musuh negara yang harus diberantas sampai tuntas. Para teroris telah membuat keamanan negara terganggu, dan masyarakat menjadi tidak tenang karena selalu dihantui rasa takut.
“Tindakan radikalisme bukanlah kesalahan ajaran agama tertentu, melainkan pemahaman yang keliru terhadap agama yang dianutnya. Agama seringkali digunakan sebagai alasan dalam setiap tindakan radikalisme. Radikalisme muncul dari problem keagamaan yang timbul di tengah-tengah masyarakat yang majemuk peradaban dan keberagamaan,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua FKUB Provinsi Banten, A. M. Romli dalam paparannya mengatakan bahwa agama sangat mudah dijadikan sumber konflik dan peperangan. Konflik berlatar belakang agama bisa disebabkan karena perbedaan paham dan aliran.
“Dalam Islam misalnya konflik antara Sunni dan Syi’ah. Dalam agama-agama non Islam juga terjadi konflik antara Kristen dan Katolik. Disinilah pentingnya tokoh agama untuk berperan memberikan penjelasan kepada umat tentang pelurusan kembali ajaran nilai-nilai agama yang disesatkan,” jelasnya.
Menurutnya, tokoh agama juga berperan menjelaskan kepada umat bahwa terorisme tidak dibenarkan dalam ajaran Islam dan agama manapun.
“Islam adalah agama universal, cinta damai, dan menentang segala bentuk terorisme dan radikalisme. Oleh karena itu, para tokoh agama diharapkan mampu menggalang kesepakatan bersama mengenai bahaya terorisme dan radikalisme. Agama harus jadi pemersatu bukan pemecah belah,” tegasnya.
Menurut Wakil Walikota Tangsel Benyamin Davnie, Kota Tangsel secara demografis memiliki karakteristik heterogen, dimana didalamnya memiliki banyak suku, agama, ras dan golongan. Kota Tangsel masuk dalam kategori wilayah dengan kepadatan tinggi.
“Sebagai konsekuensi dari hal tersebut, maka potensi untuk terjadinya gesekan antara pihak-pihak yang memiliki perbedaan akan senantiasa ada,” jelasnya.
Oleh karena itu Pemkot Tangsel beserta jajaran dibawahnya mengoptimalkan silaturahmi, komunikasi dan pendekatan kepada tokoh agama atau tokoh masyarakat dari umat atau golongan manapun.
“Memfasilitasi dan mengoptimalkan peran forum atau komunitas yang ada. Juga kerjasama dengan organisasi keagamaan melakukan sosialisasi dan seminar peraturan yang terkait dengan kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadah,” jelasnya. (dvd/red)