“Perekonomian mulai menggeliat, mulai dari akses jalan, pertanian disinipun kita dukung dengan tandon air yang dibangun oleh Pemkab Tangerang,” papar Zaki.
Wilayah Kronjo dan sekitarnya jika musim kering susah mendapatkan air karena dataran rendah dan sawah tadah hujan, lanjut Zaki, sekarang musim hujan dan dimulai musim tanam hasil pertanian sekarang, terbukti kita memanen sayuran kol dan oyong hasil pertanian masyarakat.
“Saya berharap, sektor pertanian holtikultura terus digalakkan untuk wilayah Kronjo yang telah terbukti seperti kol, cabe dan oyong bisa dipanen lebih cepat,” ungkap Zaki.
Presiden Koperasi Syariah BMI, Kamarudin Batubara mengatakan, hari ini kita memanen kol dan oyong di Kronjo yang merupakan petani binaan Koperasi BMI, dengan jumlah petani 11 orang, yang terdiri dari 8 orang petani pembiayaan dan 3 orang petani mandiri.
Untuk komoditas kol dataran rendah, pertanian holtikultira binaan BMI di wilayah Kecamatan Kronjo seluas 4.000 meter persegi, komoditas oyong 6.000 meter persegi, komoditas timun 6.000 meter persegi dan komoditas cabai 7.000 meter persegi.
“Kami memberikan pendampingan penyuluh pertanian, hingga saat ini panen mencapai 1 ton untuk komoditas oyong,” jelas Kamarudin.
Kariri (50), petani Oyong yang menggarap sekitar 2000 meter persegi lahan sawahnya menjadi lahan oyong dapat menghidupi keluarganya cukup tersenyum dengan panen oyong saat ini. Oyong ditanam sekitar satu bulan lima hari sudah dipanen.
“Panen sekarang lumayan, sekali memetik mendapatkan hingga 4 kwintal perharinya, sudah delapan hari hampir satu ton,” ucap Kariri yang saat ini sudah memiliki dua cucu.
Kariri sudah 20 tahun bekerja sebagai petani, sebelumnya menanam padi di Kampung Blukbuk Luwung RT.03 RW 04 Desa Blukbuk, tetapi merugi. Padi yang dia tanam mengalami puso, berlanjut menanam cabai, memiliki modal Rp. 6 juta dan menggarap lahan sekitar 1500 meter persegi, Kariri tetap merugi. Cabai yang dia tanam mengalami gagal panen karana cabai yang dia panen busuk terendam banjir di awal tahun.
“Gagal panen sudah saya alami, cabai yang saya tanam terendam banjir hujan yang menggenangi lahan pesawahannya,” kata Kariri.
Saat ini Kariri menanam oyong sekitar 2000 meter persegi dengan modal Rp. 14 juta, kini panen memetik oyong dengan omset setiap harinya Rp. 1.600.000, per sekali panen oyong di kebunnya. Sekali memetik 300 hingga 400 kilogram sedangkan panen kali ini sudah hampir 1,5 ton dengan harga oyong berkisar Rp.4000 hingga Rp. 4500 per kilogramnya.
“Saya terus bersemangat lagi bertani, dengan oyong yang lebih pendek usianya dan mudah untuk cara penanamannya,” ungkap Kariri.
Semangat bertani pun menular ke Murtala (42), petani kol di Desa Blukbuk juga. Awalnya percobaan kol dataran rendah ini ditanam diatas luas tanah 200 meter, tidak tanggung-tanggung hasilnya mendapatkan 300 kilogram, dan saat ini Murtala panen kol di lahan 2500 meter yang merupakan panen kedua.
“Awalnya percobaan, kol apakah bisa ditanam di daerah rendah tapi saat ini ternyata bisa dan menuai hasilnya,” Ungkap Murtala.